JADI ORANG TUA?? SIAPA TAKUT !

Hi Intipers… mungkin di antara kalian status di KTP nya sudah berubah menjadi menikah??

Bagi yang belum jangan bersedih hati ya, terus usaha jangan kasih kendor… suatu hari kalian pasti akan menemukan orang yang tepat. Nah, bagi yang sudah menikah memang terkadang comment dari pihak luar sangat beragam. Ada saja yang ‘kritis’ bertanya soal progress kehidupan kita. Mulai dari udah ‘isi’ belum? (isi toge & kol kali maksudnya… gehu mereun…), udah ‘nambah’ belum? (ini yang ditanya konteksnya apaan dah..), dan udah-udah yang lainnya. Sebetulnya yang perlu dipahami adalah kesiapan pribadi masing-masing secara lahir dan batin untuk menjadi orang tua. Kalau untuk proses berkembang biaknya tanpa diajari secara naluri semua manusia pasti bisa, tapi untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas buah yang sudah dibuat tidak semua orang mampu menjalaninya.

Menurut saya menjadi orang tua itu adalah fase paling dahsyat dalam hidup. Tidak semua orang dipercaya untuk menjadi orang tua secara biologis oleh Sang Pencipta. Dan tidak semua orang tua mampu menjadi orang tua dalam arti yang sesungguhnya. Kebanyakan dari kita hanya menjadi orang tua dalam pengertian secara bahasa tapi belum menjadi orang tua yang cukup bisa diteladani oleh keturunannya. Menjadi orang tua itu ngeri-ngeri sedap… Ketika anak tumbuh menjadi pribadi yang shalih & shalihah jelas menjadi harapan orang tua ketika kita kembali pada-Nya. Tapi kalau anak yang dilahirkan justru menjadi pribadi dengan akhlak buruk, dijamin bukan hanya di dunia saja orang tua dibuat pening bahkan di akhirat auto keseret ke neraka.. Na’udzubillah

Kalau dibilang menjadi orang tua adalah perihal sulit.. yaa.. sangat sependapat! Membesarkan, mendidik, mengayomi anak itu tidak semudah yang kita kira. Jika kita sudah masuk ke dalam praktiknya, baru bisa berpendapat A-Z nya. Kalau hanya sekedar memberi makan, induk ayam juga bisa memberi makan ke anak-anaknya. Tetapi sebagai manusia tidak hanya makanan bergizi saja yang diperlukan, sumber nafkah yang diberikan pun perlu dicari dari rejeki yang halal. Percaya atau tidak, rejeki yang diberikan dan dimakan oleh anak akan menjadi penentu akhlak si anak ketika telah dewasa. Ini baru soal makanan, belum lagi soal pendidikan, teman,  lingkungan dan ina inu lainnya. Sejatinya tidak ada orang tua yang sempurna. Tapi yang jelas, sebagai manusia yang kelak akan menjadi orang tua kita wajib memberikan perbaikan dari setiap generasi yang dilahirkan. Jangan sampai kita dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh orang tua, diberikan pendidikan yang mumpuni, dibekali ilmu agama dan dunia malah menjadi biang dari keterpurukan generasi selanjutnya.

Intipers pasti juga semakin geleng-geleng kepala melihat fenomena banyaknya bayi yang dibuang oleh orang tuanya, ada yang ditinggalkan ketika seusia sekolah di terminal oleh ibu kandungnya, ada juga seorang ayah yang tega menyiksa anak balitanya lantaran sang ibu telat mengirimkan uang. Tuntutan ekonomi jelas menjadi faktor paling dominan adanya realita seperti itu. Bagi sebagian orang mungkin beruntung dilahirkan dari keluarga yang sudah cukup dengan materi. Tapi di luar sana banyak sekali buah hati yang lahir dengan keadaan yang pas-pas an bahkan kekurangan. Tergantung kita menilainya dari perspektif mana, tapi yang jelas kalau sudah berani berbuat harus berani juga bertanggung jawab apapun resikonya. Jangan dikira dengan kita mangkir tanggung jawab dari dunia kemudian bisa selamat di akhirat?? Sang Pemilik Hidup Maha Adil bro! Malaikat tidak akan luput mencatat seluruh amalan yang kita perbuat di dunia untuk kemudian dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sayangnya tidak semua manusia percaya akan kehidupan akhirat. Hmm… tidak masalah kok, pada akhirnya setiap dari kita akan menjadi saksi atas apa yang tertulis dalam kitab-Nya.

*by Dita Gita Listian

Leave a comment